Rabu, 22 Mei 2019

Kereaktifan Senyawa Turunan Asam Karboksilat

Kereaktifan Senyawa Turunan Asam Karboksilat

Senyawa turunan asam karboksilat adalah senyawa yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam karboksilat. Beberapa derivat asam karboksilat sebagai berikut.

Halida Asam (Alkanoil halida)



Anhidrida Asam


Ester


Amida


Nitril



Kecuali senyawa nitril, semua derivat asam karboksilat mengandung gugus R-C=O (asil) dan anhidrida.


Senyawa turunan asam karboksilat dapat mengalami reaksi substitusi nukleofilik. Nukleofilik yang menyerang senyawa turunan asam karboksilat tidak serta merta masuk dan langsung menggantikan salah satu substituen pada senyawa turunan asam karboksilat, namun berlangsung dalam dua tahap reaksi. Dua tahap reaksi yang dimaksud adalah reaksi adisi kemudian diikuti oleh reaksi eliminasi.
  • Mula-mula terjadi pembentukan intermediat tetrahedral melalui reaksi adisi
  • Kemudian terjadi eliminasi salah satu dari dua substituen pada atom C karbonil, maka secara keseluruhan terjadi reaksi substitusi nukleofilik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kereaktifan gugus karbonil untuk mudah diserang oleh nukleofil adalah faktor sterik (ruang) dan faktor elektronik.


Faktor Sterik

Derivat/turunan asam karboksilat yang tidak mempunyai hambatan sterik/ruang akan lebih mudah mengalami serangan nukleofilik daripada yang mempunyai hambatan sterik, contoh: asetil klorida lebih reaktif daripada 2,2-dimetil propanoil klorida. Urutan kereaktifan senyawa karbonil adalah sebagai berikut:


urutan kereaktifan turunan asam karboksilat, faktor sterik

Gugus alkil (R) memiliki ukuran yang lebih besar dibanding atom hidrogen. Akibat gugus alkil yang besar, membuat nukleofil yang akan masuk menyerang gugus karbonil terhalang. Halangan inilah yang dimaksud dengan halangan sterik. Semakin besar ukuran atom yang terikat pada gugus karbonil, semakin sulit pula nukleofil menyerang gugus karbonil. Berarti halangan steriknya juga semakin besar. Sehingga reaksi akan sulit terjadi (berlangsung lambat). Sebaliknya, semakin kecil ukuran atom yang terikat pada gugus karbonil maka halangan steriknya semakin kecil. Hal ini mengakibatkan semakin mudah terjadi reaksi (berlangsung cepat).

Faktor Elektronik

Turunan asam karboksilat yang mempunyai kepolaran lebih tinggi akan lebih mudah diserang oleh pereaksi nukleofilUrutan reaktifitas senyawa turunan asam karboksilat adalah sebagai berikut:


Kereaktifan senyawa turunan asam karboksilat, faktor elektronik

Senyawa turunan asam karboksilat yang paling reaktif adalah alkanoil klorida. Hal ini disebabkan oleh karena polarisasi klorida pada karbonil lebih besar dari pada polarisasi gugus yang ada pada senyawa turunan asam karboksilat lainnya.

Untuk menjelaskan kereaktifan senyawa turunan asam karboksilat diatas, dapat ditinjau dari struktur resonansinyaSeperti halnya pada asam karboksilat, maka turunan asam karboksilat juga dapat melakukan struktur resonansi, yang disebabkan oleh karena keikutsertaan dari pasangan elektron bebas dari gugus yang dianggap sebagai gugus pergi atau leaving group (L). Struktur dipolar pada struktur resonansi sangat penting untuk menjelaskan urutan kereaktifan senyawa turunan asam karboksilat.

Untuk L = NR'2, atom nitrogen mempunyai keelektronegatifan yang paling rendah daripada unsur oksigen ataupun klor, maka sumbangan untuk pembentukan muatan positif menjadi diperlemah. Oleh karena itu, hal tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa amida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif.

Pada ester, L = OR, dimana atom oksigen lebih elektronegatif daripada atom nitrogen, maka pembentukan struktur dipolar pada ester akan lebih nyata daripada pembentukan struktur dipolar pada amida. Untuk anhidrida asam, L = OCOR, selain atom oksigen bersifat elektronegatif juga diapit oleh gugus karbonil (C=O) yang bersifat penarik elektron, sehingga pembentukan struktur dipolar juga makin nyata. Oleh karena itu, anhidrida asam juga lebih reaktif daripada ester. Selanjutnya alkanoil klorida, L = Cl, berarti Cl lebih bersifat elektronegatif daripada oksigen, akibatnya pembentukan struktur dipolarnya adalah yang paling nyata. Dengan demikian,. alkanoil klorida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang paling reaktif.

Referensi:
Riswiyanto, 2012. Langkah Sukses Menuju Olimpiade Kimia Organik Tingkat SMA/MA. Bina Prestasi Insani. Jakarta

Selasa, 21 Mei 2019

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Apa itu sifat koligatif larutan? Sifat koligatif larutan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari namun masih banyak yang belum mengetahuinya. Untuk memahami sifat koligatif larutan simak penjelasan berikut. Pada saat kamu memasak air, apa yang terjadi jika air tersebut mendidih kemudian kamu tambahkan gula? Air yang semula mendidih akan berhenti beberapa saat ketika kamu tambahkan gula, kemudian akan mendidih kembali. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan titik didih. Titik didih air murni lebih rendah daripada titik didih larutan gula. Kenaikan titik didih ini bergantung pada jumlah zat terlarut yang ditambahkan pada pelarut, dalam contoh ini bergantung pada jumlah gula yang ditambahkan pada air. Sifat inilah disebut sifat koligatif larutan.

Sifat koligatif larutan yang lain adalah penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik. Jadi sifat koligatif larutan tergantung pada konsentrasi zat terlarut dan tidak dipengaruhi oleh jenis zat terlarut. Agar lebih jelas, marilah kita pelajari uraian dari masing-masing sifat koligatif larutan.

1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh

Pernahkah kamu melihat peristiwa penguapan? Pada peristiwa penguapan terterjadi perubahan dari zat cair menjadi gas. Jika zat cair dimasukkan ke dalam suatu ruangan tertutup maka zat tersebut akan menguap hingga ruangan tersebut jenuh. Pada keadaan ini proses penguapan tetap berlangsung dan pada saat yang sama juga terjadi proses pengembunan. Laju penguapan sama dengan laju pengembunan. Keadaan ini dikatakan terjadi kesetimbangan dinamis antara zat cair dan uap jenuhnya. Artinya bahwa tidak akan terjadi perubahan lebih lanjut tetapi reaksi atau proses yang terjadi masih terus berlangsung.

Tekanan yang disebabkan oleh uap jenuh dinamakan tekanan uap jenuh. Besarnya tekanan uap jenuh dipengaruhi oleh jumlah zat dan suhu. Makin besar tekanan uap suatu cairan, makin mudah molekul-molekul cairan itu berubah menjadi uap.

Untuk mengetahui penurunan tekanan uap maka pada tahun 1880-an kimiawan Perancis F.M. Raoult mendapati bahwa melarutkan suatu zat terlarut mempunyai efek penurunan tekanan uap dari pelarut. Apabila pada pelarut murni kita tambahkan sejumlah zat terlarut yang tidak mudah menguap, apa yang akan terjadi? Coba perhatikan gambar berikut ini.

Penurunan tekanan uap

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa jumlah partikel pelarut pada pelarut murni (Gambar A) di permukaan lebih banyak dibandingkan pada larutan (Gambar B). Partikel-partikel pada larutan lebih tidak teratur dibandingkan partikel-partikel pada pelarut murni. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil daripada pelarut murni. Inilah yang dinamakan penurunan tekanan uap jenuh. Selisih antara tekanan uap murni dengan tekanan uap larutan jenuh dapat dituliskan secara matematis seperti berikut.
ΔP = P0 – P
Keterangan:
ΔP = penurunan tekanan uap
P0 = tekanan uap pelarut murni
P = tekanan uap jenuh larutan

Bagaimana hubungan penurunan tekanan uap dengan jumlah partikel? Menurut Raoult, besarnya tekanan uap pelarut di atas suatu larutan (P) sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (P0) dengan fraksi mol zat pelarut dalam larutan (XB).

P = XB ⋅ P0

Persamaan di atas dikenal dengan hukum Raoult. Hukum Raoult hanya berlaku pada larutan ideal dan larutan tersebut merupakan larutan encer tetapi pada larutan encer yang tidak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, hukum Raoult berlaku pada pelarut saja.

Adapun banyaknya penurunan tekanan uap ( ΔP ) sama dengan hasil kali fraksi mol terlarut (XA) dan tekanan uap pelarut murni (P0). Pernyataan ini secara matematis dapat dituliskan seperti berikut.

ΔP = XA ⋅ P0

Keterangan:
XA = fraksi mol zat terlarut
XB = fraksi mol zat pelarut

Contoh

Fraksi mol urea dalam air adalah 0,5. Tekanan uap air pada 20°C adalah 17,5 mmHg. Berapakah tekanan uap jenuh larutan tersebut pada suhu tersebut?

Penyelesaian:

Diketahui : XA = 0,5
                 P0 = 17,5 mmHg
Ditanya : P = ...?

Jawab :

Untuk mencari tekanan uap larutan dapat dicari menggunakan 2 cara, yaitu:

1. Mencari penurunan tekanan uap larutan terlebih dahulu
ΔP = XA ⋅ P0
                 = 0,5 ⋅ 17,5 mmHg
                 = 8,75 mmHg

Kemudian mencari tekanan uap larutannya
P = P0 – ΔP
                 = 17,5 mmHg – 8,75 mmHg
                 = 8,75 mmHg

2. Mencari fraksi mol pelarut (air) terlebih dahulu
XA + XB = 1
XB = 1 - XA = 1 - 0,5 = 0,5

Kemudian mencari tekanan uap larutan
P = XB ⋅ P0
   = 0,5 ⋅ 17,5 mmHg
   = 8,75 mmHg

2. Kenaikan Titik Didih (ΔTb

Tahukah kamu bagaimana terjadinya pendidihan? Pendidihan terjadi karena panas meningkatkan gerakan atau energi kinetik, dari molekul yang menyebabkan cairan berada pada titik di mana cairan itu menguap, tidak peduli berada di permukaan teratas atau di bagian terdalam cairan tersebut.

Titik didih cairan berhubungan dengan tekanan uap. Bagaimana hubungannya? Coba perhatikan penjelasan berikut ini. Apabila sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu tertentu, maka molekul-molekul yang berada dalam larutan tersebut mudah untuk melepaskan diri dari permukaan larutan. Atau dapat dikatakan pada suhu yang sama sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang rendah, maka molekul-molekul dalam larutan tersebut tidak dapat dengan mudah
melepaskan diri dari larutan. Jadi larutan dengan tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu tertentu akan memiliki titik didih yang lebih rendah.

Cairan akan mendidih ketika tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan udara luar. Titik didih cairan pada tekanan udara 760 mmHg disebut titik didih standar atau titik didih normal. Jadi yang dimaksud dengan titik didih adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan pada permukaan cairan).

Telah dijelaskan di depan bahwa tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut sehingga kecepatan penguapan berkurang.

Hubungan antara tekanan uap jenuh dan suhu air dalam larutan berair ditunjukkan pada Gambar berikut.
Diagram P – T air dan suatu larutan berair.

Garis mendidih air digambarkan oleh garis CD, sedangkan garis mendidih larutan digambarkan oleh garis BG. Titik didih larutan dinyatakan dengan Tb1, dan titik didih pelarut dinyatakan dengan Tb0. Larutan mendidih pada tekanan 1 atm. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa titik didih larutan (titik G) lebih tinggi daripada titik didih air (titik D).

Selisih titik didih larutan dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih ( ΔTb ).

ΔTb = titik didih larutan – titik didih pelarut

Menurut hukum Raoult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan hasil kali dari molalitas larutan (m) dengan kenaikan titik didih molal (Kb).

Oleh karena itu, kenaikan titik didih dapat dirumuskan seperti berikut.

ΔTb = Kb ⋅ m

Keterangan:
ΔTb  = kenaikan titik didih molal (°C)
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (°C/m)
m = molalitas larutan (m)

Contoh

Glukosa (C6H12O6) 72 gram dilarutkan dalam 500 gram air. Hitung titik didih larutan tersebut! (Kb air = 0,52 °C/m, Ar C = 12, Ar O = 16, Ar H = 1)

Penyelesaian:

Diketahui : m = 72 gram
                 p = 500 gram
                 Kb = 0,52 °C/m

Ditanya : Tb ...?

Jawab :  ΔTb = m⋅ Kb
                    = (g C6H12O6 / Mr C6H12O6) x (1000/p) x Kb
                    = (72 / 180) x (1000 / 500) x 0,52
                    = 0,0416 °C
     
              Tb = 100 °C + ΔTb
                   = 100 °C + 0,0416 °C
                   = 100,0416 °C

Jadi, titik didih larutan C6H12O6 adalah 100,0416 °C.

3. Penurunan Titik Beku ( ΔTf )

Penurunan titik beku pada konsepnya sama dengan kenaikan titik didih. Larutan mempunyai titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murni. Perhatikan kembali Gambar hubungan antara tekanan uap jenuh dan suhu air dalam larutan berair di atas.

Selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku larutan dinamakan penurunan titik beku larutan (ΔTf = freezing point).

ΔTf = Titik beku pelarut – titik beku larutan

Menurut hukum Raoult penurunan titik beku larutan dirumuskan seperti berikut.

ΔTf = m ⋅ Kf

Keterangan:
ΔTf = penurunan titik beku
m = molalitas larutan
Kf = tetapan penurunan titik beku molal

Contoh

Glukosa (C6H12O6) 72 gram dilarutkan dalam 500 gram air. Hitung titik didih larutan tersebut! (Kf air = 0,52 °C/m, Ar C = 12, Ar O = 16, Ar H = 1)

Penyelesaian:

Diketahui : m = 72 gram
                 p = 500 gram
                 Kb = 0,52 °C/m

Ditanya : Tf ...?

Jawab :  ΔTf = m⋅ Kf
                    = (g C6H12O6 / Mr C6H12O6) x (1000/p) x Kf
                    = (72 / 180) x (1000 / 500) x 1,86
                    = 1,488 °C
     
              Tf = 0 °C - ΔTf
                   = 0 °C - 1,488 °C
                   = - 1,488 °C

Jadi, titik beku larutan C6H12O6 adalah - 1,488 °C.

4. Tekanan Osmotik (π )

Pernahkah kamu sakit dan dirawat di rumah sakit? Adakalanya seorang pasien di rumah sakit harus diberi cairan infus. Sebenarnya apakah cairan infus tersebut? Larutan yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui pembuluh darah haruslah memiliki tekanan yang sama dengan tekanan sel-sel darah. Apabila tekanan cairan infus lebih tinggi maka cairan infus akan keluar dari sel darah. Prinsip kerja infus ini pada dasarnya adalah tekanan osmotik. Tekanan di sini adalah tekanan yang harus diberikan pada suatu larutan untuk mencegah masuknya molekul-molekul solut melalui membran yang semipermiabel dari pelarut murni ke larutan.

Sebenarnya apakah osmosis itu? Cairan murni atau larutan encer akan bergerak menembus membran atau rintangan untuk mencapai larutan yang lebih pekat. Inilah yang dinamakan osmosis. Membran atau rintangan ini disebut membran semipermiabel.

Sumber: SCIENCE BOOTH
Tekanan osmotik termasuk dalam sifat-sifat koligatif karena besarnya hanya tergantung pada jumlah partikel zat terlarut. J.H. Vant Hoff menemukan hubungan antara tekanan osmotik larutan-larutan encer dengan persamaan gas ideal, yang dituliskan seperti berikut:

π V = nRT
π = MRT

Keterangan:
π = tekanan osmotik (atm)
V = volume larutan (L)
n = jumlah mol zat terlarut (mol)
R = tetapan gas (0,082 L.atm / mol.K)
T = suhu mutlak (K)
M = molaritas larutan (mol/L)

Contoh

Seorang pasien memerlukan larutan infus glukosa. Bila kemolaran cairan tersebut 0,3 molar pada suhu tubuh 37 °C, tentukan tekanan osmotiknya! (R = 0,082 L.atm / mol.K)
Penyelesaian:
Diketahui : M = 0,3 mol L–1
T = 37 °C + 273 = 310 K
R = 0,082 L atm mol-1K-1
Ditanya : π ...?
Jawab : π = 0,3 mol/L × 0,082 L.atm / mol.K × 310 K
               = 7,626 atm

Senin, 20 Mei 2019

Cara Mudah Menyetarakan Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi (biloks) pada atom-atom zat yang bereaksi. Perubahan biloks yang dimaksud adalah penurunan dan peningkatan biloks. Ada atom yang mengalami penurunan biloks dan ada juga yang mengalami peningkatan biloks. Zat dimana terdapat atom yang mengalami penurunan biloks disebut mengalami reduksi, sedangkan zat dimana terdapat atom yang mengalami peningkatan biloks disebut oksidasi.

Sebagaimana reaksi pada umumnya, reaksi redoks juga harus disetarakan. Di sekolah, ada dua cara yang biasa diajarkan mengenai cara menyetarakan reaksi redoks yaitu menggunakan metode biloks dan setengah reaksi. Seperti namanya, cara menyetarakan reaksi redoks dengan metode biloks menggunakan nilai bilangan oksidasi atom-atom yang mengalami perubahan biloks. Sedangkan cara menyetarakan reaksi redoks dengan setengah reaksi dilakukan dengan memisahkan reaksi zat yang mengalami oksidasi dan zat yang mengalami reduksi.

Reaksi redoks biasa terjadi pada dua suasana, asam dan basa. Sehingga cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan biloks terbagi menjadi 2 dan cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan setengah reaksi juga terbagi 2. Suasana asam berarti melibatkan ion H+ sedangkan pada suasana basa melibatkan ion OH-. Namun, langkah-langkah menyetarakan reaksi redoks menggunakan biloks dan setengah reaksi yang saya jelaskan disini sedikit berbeda dengan yang dijelaskan di sekolah dan mungkin lebih mudah.

Selain menggunakan metode biloks dan setengah reaksi, cara menyetarakan reaksi redoks bisa menggunakan metode campuran dari kedua cara sebelumnya (biloks dan setengah reaksi). Dari ketiga cara yang akan saya jelaskan, kalian boleh menggunakan cara menyetarakan reaksi redoks yang mana saja, tergantung yang mana menurut kalian cara yang paling mudah. Masing-masing orang berbeda-beda, ada yang lebih merasa nyaman dan mudah menggunakan metode biloks, ada suka menggunakan metode setengah reaksi, dan ada juga yang merasa cepat mengerjakannya kalau menggunakan metode campuran. Sekali lagi, itu tergantung kalian ya.

Bagaimana cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan metode biloks dan setengah reaksi? Bagaimana pula cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan campuran kedua metode tersebut?

Sebelum kita membahas tentang cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan metode campuran, pertama saya akan menjelaskan terlebih dahulu cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan metode biloks dan setengah reaksi. Simak baik-baik pembahasan berikut ini.

1. Metode Biloks

Untuk menyetarakan reaksi redoks dengan metode biloks, kamu harus dapat menentukan bilangan oksidasi unsur yang terlibat dalam reaksi. Jika kamu sudah memahami cara menentukan bilangan oskidasi, kamu dapat menyetarakan reaksi redoks dengan mudah. Perhatikan contoh berikut agar lebih jelas.

a. MnO4- (aq) + Cl- (aq) → Mn2+ (aq) + Cl2 (g)   (dalam suasana asam)

Langkah 1: Menentukan unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.
Unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi adalah Mn, yaitu dari +7 menjadi +2 dan Cl yaitu dari -1 menjadi 0.

Langkah 2: Menyetarakan unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi dengan memberi koefisien yang sesuai.
Atom Mn sudah setara. Atom Cl belum setara, di ruas kanan terdapat 2 atom Cl sedangkan di sebelah kiri hanya terdapat satu atom Cl. Untuk menyetarakan, atom Cl di ruas kiri diberi koefisien 2.
MnO4- (aq) + 2Cl- (aq) → Mn2+ (aq) + Cl2 (g)

Langkah 3: Menentukan jumlah penambahan bilangan oksidasi untuk reaksi oksidasi dan penurunan bilangan oksidasi untuk reaksi reduksi. Kalikan jumlah unsur yang terlibat dengan muatannya.
Perubahan bilangan oksidasi Mn dari +7 menjadi +2 = 5
Perubahan bilangan oksidasi Cl dari -2 (= 2 x (-1)) menjadi 0 = 2

Langkah 4: Menyetarakan perubahan bilangan oksidasi dengan memberi koefisien yang sesuai.
Untuk menyetarakan reaksi, maka perubahan bilangan oksidasi dikalikan silang dengan koefisien.
Koefisien Mn dikalikan 2, sedangkan koefisien Cl dikalikan 5.
2MnO4- (aq) + 10Cl- (aq) → 2Mn2+ (aq) + 5Cl2 (g)

Langkah 5: Setarakan muatan dengan menambahkan H+ (dalam suasana asam).
Total muatan di sebelah kiri adalah (-2) + (-10) = -12
Total muatan di sebelah kanan adalah (+4) + 0 = +4
Oleh karena dalam suasana asam, agar muatan seimbang maka tambahkan 16 ion H+ di sebelah kiri, sehingga persamaan reaksi menjadi seperti berikut.
2MnO4- (aq) + 10Cl- (aq) + 16 H+ (aq) → 2Mn2+ (aq) + 5Cl2 (g)

Langkah 6: Setarakan jumlah atom H dengan menambahkan H2O.
Jumlah atom H di sebelah kiri = 16 dan di sebelah kanan tidak terdapat atom H, sehingga di sebelah kanan ditambahkan 8 molekul H2O.
2MnO4- (aq) + 10Cl- (aq) + 16 H+ (aq) → 2Mn2+ (aq) + 5Cl2 (g) + 8H2O (l) (reaksi telah setara)

b. Cl2 (gIO3- (aq) → IO4- (aq) + Cl- (aq) (dalam suasana basa)

Langkah 1: Menentukan unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.
Unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi adalah I, yaitu dari +5 menjadi +7 dan Cl yaitu dari 0 menjadi -1.

Langkah 2: Menyetarakan unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi dengan memberi koefisien yang sesuai.
Atom I sudah setara. Atom Cl belum setara, di ruas kanan hanya terdapat 1 atom Cl sedangkan di sebelah kiri terdapat 2 atom Cl. Untuk menyetarakan, atom Cl di ruas kanan diberi koefisien 2.
Cl2 (gIO3- (aq) → IO4- (aq) + 2Cl- (aq) 

Langkah 3: Menentukan jumlah penambahan bilangan oksidasi untuk reaksi oksidasi dan penurunan bilangan oksidasi untuk reaksi reduksi. Kalikan jumlah unsur yang terlibat dengan muatannya.
Perubahan bilangan oksidasi I dari +5 menjadi +7 = 2
Perubahan bilangan oksidasi Cl dari 0 menjadi -2 (= 2 x (-1)) = 2

Langkah 4: Menyetarakan perubahan bilangan oksidasi dengan memberi koefisien yang sesuai.
Untuk menyetarakan reaksi, maka perubahan bilangan oksidasi dikalikan silang dengan koefisien.
Perubahan biloks I dan Cl sudah setara, sehingga perubahan bilangan oksidasi tidak perlu dikali silang dengan koefisien.

Langkah 5: Setarakan muatan dengan menambahkan OH- (dalam suasana basa).
Total muatan di sebelah kiri adalah 0 + (-1) = -1
Total muatan di sebelah kanan adalah (-1) + (-2) = -3
Oleh karena dalam suasana basa, agar muatan seimbang maka tambahkan 2 ion OH- di sebelah kiri, sehingga persamaan reaksi menjadi seperti berikut.
Cl2 (gIO3- (aq) + 2OH- (aq→ IO4- (aq) + 2Cl- (aq) 

Langkah 6: Setarakan jumlah atom H dengan menambahkan H2O.
Jumlah atom H di sebelah kiri = 2 dan di sebelah kanan tidak terdapat atom H, sehingga di sebelah kanan ditambahkan 1 molekul H2O.
Cl2 (gIO3- (aq) + 2OH- (aq→ IO4- (aq) + 2Cl- (aq) + H2O (l)

2. Metode Setengah Reaksi

Dasar dari metode ini adalah jumlah elektron yang dilepaskan pada reaksi oksidasi dan reduksi sama. Perhatikan contoh berikut agar lebih jelas.

a. Cr2O72- (aq) + Fe2+ (aq) → Cr3+ (aq) + Fe3+ (aq) (suasana asam)


Langkah 1: Memisahkan reaksi redoks menjadi reaksi reduksi dan reaksi oksidasi.
Bilangan oksidasi Cr pada Cr2O72- = +6 sedangkan bilangan oksidasi pada Cr3+ = +3, berarti terjadi reaksi reduksi. Fe mengalami reaksi oksidasi dari +2 menjadi +3.
Reduksi: Cr2O72- (aq) → Cr3+ (aq) 
Oksidasi: Fe2+ (aq) → Fe3+ (aq)  

Langkah 2
: Setarakan masing-masing setengah reaksi.
Pada reaksi reduksi jumlah Cr di ruas kiri adalah 2, maka di ruas kanan ion Cr3+  diberi koefisien 2, sedangkan pada reaksi oksidasi jumlah Fe di ruas kiri dan kanan sudah sama, maka tidak perlu penambahan koefisien.
Reduksi: Cr2O72- (aq) → 2Cr3+ (aq) 
Oksidasi: Fe2+ (aq) → Fe3+ (aq)  

Langkah 3: Setarakan oksigen dan hidrogen.
Disetarakan jumlah atom O terlebih dahulu, kemudian setarakan jumlah atom H. Pada reaksi reduksi, jumlah atom O dalam Cr2O72- adalah 7, maka di ruas kanan perlu ditambahkan 7 H2O. Penambahan 7 H2O di ruas kanan menyebabkan jumlah atom H menjadi 14, maka di ruas kiri perlu ditambah 14 H+ (suasana asam).
Pada reaksi oksidasi tidak terdapat atom O ataupun atom H, jadi tidak perlu dilakukan penambahan H2O maupun H+.
Reduksi: Cr2O72- (aq) + 14 H+ (aq→ 2Cr3+ (aq) + 7H2(l)
Oksidasi: Fe2+ (aq) → Fe3+ (aq)  

Langkah 4: Setarakan muatan dengan cara menambahkan elektron pada ruas yang muatannya lebih besar.
Pada reaksi reduksi jumlah muatan di ruas kiri adalah -2 + 14 = +12, sedangkan jumlah muatan di ruas kanan 2 x (+3) = +6. Berarti di ruas kiri kelebihan muatan sebanyak 6. Sehingga jumlah muatannya disetarakan dengan menambahkan 6 e di ruas kiri.
Pada reaksi oksidasi jumlah muatan di ruas kiri adalah = +2, sedangkan jumlah muatan di ruas kanan = +3. Berarti di ruas kanan kelebihan muatan sebanyak 1. Sehingga jumlah muatannya disetarakan dengan menambahkan  1 e di ruas kanan.
Reduksi: Cr2O72- (aq) + 14 H+ (aq) + 6e → 2Cr3+ (aq) + 7H2(l)
Oksidasi: Fe2+ (aq) → Fe3+ (aq) + 1e

Langkah 5: Samakan jumlah elektron pada setengah reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada setengah reaksi reduksi.
Pada reaksi reduksi jumlah elektron = 6 sedangkan pada reaksi oksidasi jumlah elektron = 1, maka kalikan koefisien dari setengah reaksi oksidasi dengan 6 supaya jumlah elektron yang dibebaskan menjadi 6.
Reduksi: Cr2O72- (aq) + 14 H+ (aq+ 6e → 2Cr3+ (aq) + 7H2(l)
Oksidasi: 6Fe2+ (aq) → 6Fe3+ (aq) 
+ 6e
Redoks: Cr2O72- (aq) + 14 H+ (aq6Fe2+ (aq) → 2Cr3+ (aq) + 7H2(l6Fe3+ (aq)
(reaksi telah setara)

b. MnO4- (aq) + C2O42- (aq) → MnO2 (s) + CO2 (g)   (dalam suasana basa)

Langkah 1: Memisahkan reaksi redoks menjadi reaksi reduksi dan reaksi oksidasi.
Bilangan oksidasi Mn pada MnO4- = +7 sedangkan bilangan oksidasi pada MnO2 = +4, berarti terjadi reaksi reduksi. Bilangan oksidasi C pada C2O42- = +3 sedangkan bilangan oksidasi pada CO2 = +4, berarti terjadi reaksi oksidasi.
Reduksi: MnO4- (aq) → MnO2 (s) 
Oksidasi: C2O42- (aq) → CO2 (g

Langkah 2: Setarakan masing-masing atom yang mengalami perubahan biloks.
Pada reaksi reduksi jumlah Mn di ruas kiri dan ruas kanan sudah sama. Adapun pada reaksi oksidasi jumlah C di ruas kiri = 2 dan di ruas kanan = 1 maka atom C di sebelah kanan diberi koefisien 2.
Reduksi: MnO4- (aq) → MnO2 (s) 
Oksidasi: C2O42- (aq) → 2CO2 (g

Langkah 3: Setarakan atom oksigen dan hidrogen.
Disetarakan jumlah atom O terlebih dahulu dengan menambahkan H2O di ruas yang kelebihan atom O, kemudian setarakan jumlah atom H. Pada reaksi reduksi, jumlah atom O dalam MnO4- di ruas kiri adalah 4, sedangkan di ruas kanan jumlah atom O = 2, maka di ruas kiri perlu ditambahkan 2 H2O. Penambahan 2 H2O di ruas kiri menyebabkan jumlah atom H menjadi 4, maka di ruas kiri perlu ditambah 4 OH- (suasana basa).
Pada reaksi oksidasi jumlah atom O sudah setara, jadi tidak perlu dilakukan penambahan H2O maupun OH-.
Reduksi: MnO4- (aq) + 2H2(l→ MnO2 (s) + 4OH- (aq
Oksidasi: C2O42- (aq) → 2CO2 (g

Langkah 4: Setarakan muatan dengan cara menambahkan elektron pada ruas yang muatannya lebih besar.
Pada reaksi reduksi jumlah muatan di ruas kiri adalah -1 + 0 = -1, sedangkan jumlah muatan di ruas kanan 0 + (-4) = -4. Berarti di ruas kiri kelebihan muatan sebanyak 3. Sehingga jumlah muatannya disetarakan dengan menambahkan 3 e di ruas kiri.
Pada reaksi oksidasi jumlah muatan di ruas kiri adalah = -2, sedangkan jumlah muatan di ruas kanan = 0. Berarti di ruas kanan kelebihan muatan sebanyak 2. Sehingga jumlah muatannya disetarakan dengan menambahkan  2 e di ruas kanan.
Reduksi: MnO4- (aq) + 2H2(l+ 3e → MnO2 (s) + 4OH- (aq
Oksidasi: C2O42- (aq) → 2CO2 (g+ 2e

Langkah 4: Samakan jumlah elektron pada setengah reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada setengah reaksi reduksi.
Pada reaksi reduksi jumlah elektron = 3 sedangkan pada reaksi oksidasi jumlah elektron = 2, maka kalikan koefisien dari setengah reaksi reduksi dengan 3 supaya jumlah elektron yang diterima menjadi 6 serta kalikan koefisien dari setengah reaksi oksidasi dengan 2 supaya jumlah elektron yang dibebaskan menjadi 6.
Reduksi: 2MnO4- (aq) + 4H2(l+ 6e → 2MnO2 (s) + 8OH- (aq
Oksidasi: 3C2O42- (aq) → 6CO2 (g+ 6e
Redoks: 2MnO4- (aq) + 4H2(l3C2O42- (aq) → 2MnO2 (s) + 8OH- (aq) 6CO2 (g(reaksi telah setara)



Di atas telah di bahas mengenai cara menyetarakan reaksi redoks menggunakan metode biloks dan setengah reaksi. Lalu bagaimana dengan cara menyetarakan reaksi redoks dengan metode campuran biloks dan setengah reaksi?



3. Metode campuran

a. MnO4- (aq) + Cl- (aq) → Mn2+ (aq) + Cl2 (g)    (suasana asam) 

Langkah 1: Memisahkan reaksi redoks menjadi reaksi reduksi dan oksidasi.
Bilangan oksidasi Mn pada MnO4- = +7 sedangkan bilangan oksidasi pada Mn2+ = +2, berarti terjadi reaksi reduksi.
Bilangan oksidasi Cl pada Cl- = -1 sedangkan bilangan oksidasi pada Cl2 = 0, berarti terjadi reaksi oksidasi.
Reduksi: MnO4- (aq) → Mn2+ (aq) 
Oksidasi: Cl- (aq) → Cl2 (g) 

Langkah 2Setarakan masing-masing setengah reaksi.
Pada reaksi reduksi jumlah Mn di ruas kiri dan ruas kanan sudah sama. Adapun pada reaksi oksidasi jumlah Cl di ruas kiri = 1 dan di ruas kanan = 2 maka atom Cl di sebelah kiri diberi koefisien 2.
Reduksi: MnO4- (aq) → Mn2+ (aq) 
Oksidasi: 2Cl- (aq) → Cl2 (g) 

Langkah 3: Menentukan jumlah penambahan bilangan oksidasi untuk reaksi oksidasi dan penurunan bilangan oksidasi untuk reaksi reduksi. Kalikan jumlah unsur yang terlibat dengan muatannya.
Kemudian tambahkan jumlah elektron sebanyak perubahan bilangan oksidasinya di ruas kiri untuk reaksi reduksi dan tambahkan jumlah elektron sebanyak perubahan bilangan oksidasinya di ruas kanan untuk reaksi oksidasi.
Perubahan bilangan oksidasi Mn dari +7 menjadi +2 = 5
Perubahan bilangan oksidasi Cl dari -2 (= 2 x (-1)) menjadi 0 = 2
Reduksi: MnO4- (aq) + 5e → Mn2+ (aq) 
Oksidasi: 2Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2e

Langkah 4Setarakan muatan dengan cara menambahkan ion H+ (suasana asam) di ruas yang kekurangan muatan.
Pada reaksi reduksi, jumlah muatan di ruas kiri adalah (-1) + (-5) = -6 dan jumlah muatan di ruas kanan adalah +2. Sehingga perlu ditambahkan 8 ion  H+ di ruas kiri.
Pada reaksi oksidasi, jumlah muatan di ruas kiri adalah -2 dan jumlah muatan di ruas kanan adalah -2, sehingga tidak perlu ada penambahan ion H+.
Reduksi: MnO4- (aq) + 5e + 8H+ (aq→ Mn2+ (aq) 
Oksidasi: 2Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2e

Langkah 5Setarakan jumlah atom H dengan cara menambahkan H2O di ruas yang kekurangan atom H.
Pada reaksi reduksi, jumlah atom H di ruas kiri adalah 8 sedangkan jumlah atom H di ruas kanan tidak ada. Sehingga di ruas kanan ditambahkan 4 H2O.
Pada reaksi oksidasi, tidak ada atom H sehingga tidak perlu ditambahkan H2O.
Reduksi: MnO4- (aq) + 5e + 8H+ (aq→ Mn2+ (aq) + 4H2O (l)
Oksidasi: 2Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2e

Langkah 6: Samakan jumlah elektron pada setengah reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada setengah reaksi reduksi.
Pada reaksi reduksi jumlah elektron = 5 sedangkan pada reaksi oksidasi jumlah elektron = 2, maka kalikan koefisien dari setengah reaksi reduksi dengan 2 supaya jumlah elektron yang diterima menjadi 10 serta kalikan koefisien dari setengah reaksi oksidasi dengan 5 supaya jumlah elektron yang dibebaskan menjadi 10.
Reduksi: 2MnO4- (aq) + 10e + 16H+ (aq→ 2Mn2+ (aq) + 8H2O (l)
Oksidasi: 10Cl- (aq) → 5Cl2 (g) + 10e
Redoks: 2MnO4- (aq) + 10Cl- (aq) + 16 H+ (aq) → 2Mn2+ (aq) + 5Cl2 (g+ 8H2(l) (reaksi telah setara)

b. Cl2 (gIO3- (aq) → IO4- (aq) + Cl- (aq) (dalam suasana basa)

Langkah 1Memisahkan reaksi redoks menjadi reaksi reduksi dan oksidasi.
Bilangan oksidasi I pada IO3- = +5 sedangkan bilangan oksidasi pada IO4- = +7, berarti terjadi reaksi oksidasi.
Bilangan oksidasi Cl  pada Cl2 = 0 sedangkan bilangan oksidasi pada Cl- = -1, berarti terjadi reaksi reduksi.
Reduksi: Cl2 (g→ Cl- (aq)
Oksidasi: IO3- (aq) → IO4- (aq) 

Langkah 2Setarakan masing-masing setengah reaksi.
Pada reaksi oksidasi jumlah I di ruas kiri dan ruas kanan sudah sama. Adapun pada reaksi reduksi jumlah Cl di ruas kiri = 2 dan di ruas kanan = 1 maka atom Cl di sebelah kanan diberi koefisien 2.
Reduksi: Cl2 (g→ 2Cl- (aq)
Oksidasi: IO3- (aq) → IO4- (aq) 

Langkah 3: Menentukan jumlah penambahan bilangan oksidasi untuk reaksi oksidasi dan penurunan bilangan oksidasi untuk reaksi reduksi. Kalikan jumlah unsur yang terlibat dengan muatannya.
Kemudian tambahkan jumlah elektron sebanyak perubahan bilangan oksidasinya di ruas kiri untuk reaksi reduksi dan tambahkan jumlah elektron sebanyak perubahan bilangan oksidasinya di ruas kanan untuk reaksi oksidasi.
Perubahan bilangan oksidasi I dari +5 menjadi +7 = 2
Perubahan bilangan oksidasi Cl dari 0 menjadi -2 (= 2 x (-1)) = 2
Reduksi: Cl2 (g) + 2e → 2Cl- (aq)
Oksidasi: IO3- (aq) → IO4- (aq+ 2e

Langkah 4Setarakan muatan dengan cara menambahkan ion OH- (suasana basa) di ruas yang kelebihan muatan.
Pada reaksi reduksi, jumlah muatan di ruas kiri adalah (0) + (-2) = -2 dan jumlah muatan di ruas kanan adalah -2. Jumlah muatan di sebelah kiri sudah setara dengan di sebelah kanan. Sehingga tidak perlu ditambahkan ion OH-.
Pada reaksi oksidasi, jumlah muatan di ruas kiri adalah -1 dan jumlah muatan di ruas kanan adalah (-1) + (-2) = -3, sehingga perlu ditambahkan ion OH- di sebelah kiri.
Reduksi: Cl2 (g+ 2e → 2Cl- (aq)
Oksidasi: IO3- (aq) + 2OH(aq) → IO4- (aq+ 2e

Langkah 5Setarakan jumlah atom H dengan cara menambahkan H2O di ruas yang kekurangan atom H.
Pada reaksi reduksi, tidak ada atom H. Sehingga tidak perlu ditambahkan H2O.
Pada reaksi oksidasi, jumlah atom H di ruas kiri 2 sedangkan di ruas kanan tidak ada. Sehingga perlu ditambahkan 1 H2O di ruas kanan.
Reduksi: Cl2 (g+ 2e → 2Cl- (aq)
Oksidasi:  IO3- (aq) + 2OH- (aq) → IO4- (aq+ 2e + H2O (l)

Langkah 6: Samakan jumlah elektron pada setengah reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada setengah reaksi reduksi.
Karena jumlah elektron pada setengah reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada setengah reaksi reduksi sudah setara, maka reaksinya tinggal dijumlahkan saja.
Reduksi: Cl2 (g) + 2e 2Cl- (aq)
Oksidasi: IO3- (aq) + 2OH- (aq) → IO4- (aq+ 2e + H2O (l)
Redoks: Cl2 (g) + IO3- (aq) + 2OH- (aq) → 2Cl- (aq) + IO4- (aq) + H2(l) (reaksi telah setara)

Featured Post

Cara Menghitung pH Asam dan Basa: Soal dan Pembahasan Terlengkap

  Sifat larutan (asam, basa atau netral) dapat direpresentasikan menggunakan konsentrasi ion hidrogen (H + )  atau konsentrasi ion hidroksil...